Salam Perkenalan

Hey Guys and Gurls! Blog ini bukan private blog yang artinya di sini ada banyak banget informasi, lirik, dan berbagai macam tulisan yang pastinya cool and interested to the max! So, if you like it, just post a comment and I'll read it soon, surely. And sure, kalian juga bisa kasih kritik dan saran buat blog ini supaya bisa maju dan nggak cuma gini-gini doang. So, it’s our kingdom, will you join with us?

Jumat, 14 Desember 2012

The History of Valentine Day


The History of Valentine Day
By: Valeska Valkyrie & Ance Sinsin

Narrator                       : Dahulu kala, di sebuah kerajaan, hiduplah seorang ksatria yang gagah berani kebanggaan kerajaan tersebut. Ksatria yang sangat ditakuti oleh siapapun.Bahkan, suara langkah kakinya sajapun, dapat membuat siapapun yang mendengarnya merinding dan berlari pergi menjauh.Ksatria itu bernama Valentino.

Cintailah Aku Seperti Kau Membenciku


Cintailah Aku Seperti Kau Membenciku
By: Valeska Valkyrie


Tahun ajaran baru telah dimulai. Clea melangkahkan kaki menuju sekolah barunya sebagai murid baru kelas 2 SMA. Gadis berambut kepangan dua itu memasuki ruangan kepala sekolah, Mrs. Renata. “Permisi, Bu. Saya Clea, murid baru...”
            “Ssst...” bisik Dominic pada Wolfram, bos dari kalangan anak-anak jahil, “ada murid baru, Bos! Tapi dilihat dari penampilannya... cupu abis!”
            “Biar saja. Ini tugas kita. Kita buat dia nggak betah berada di St. Orchid!” jelas Wolfram sambil menyeringai jahat.
            Clea memasuki kelasnya yang baru bersama dengan Mrs. Renata. “Anak-anak,” kata Mrs. Renata hendak memperkenalkan murid baru yang memasuki kelas Wolfram, “saya punya teman baru untuk kalian. Ayo, perkenalkan dirimu.” Mrs. Renata mempersilahkan Clea memperkenalkan diri.
“Nama saya Clea Allison. Saya pindahan dari St. Trevor. Mohon bantuannya,” ucap gadis berkacamata itu. Tiba-tiba... PLUK! “Auw...” rintih Clea kesakitan ketika sebuah buntelan kertas melayang mengenai kepalanya.

Treasure of My Heart


Treasure of My Heart

 By: Valeska Valkyrie

Namaku Gabrielle. Aku adalah gadis yang tidak pintar sama sekali, not smart at all. Aku juga seorang gadis yang biasa saja. Karena semua itulah… aku merasa diriku ini tak berguna untuk berada di dunia yang seindah ini. Merasa Tuhan mungkin menciptakanku berdasarkan kesalahan terbesar yang pernah dimiliki-Nya. Caci maki sudah menjadi makananku sehari-hari dari keluarga dan kedua orang tuaku. Aku tidak sepintar kakakku, Nanda, dalam hal apapun. Aku selalu bertanya-tanya, untuk apa aku hidup bila hanya ini yang kuterima? Namun… berawal dari satu masalah kecil dalam hidupku, aku mulai memandang segalanya dari sudut pandang yang berbeda. Dari itu semualah aku memulai segala perubahan dalam hidupku…

Antara Sahabat dan Kedisiplinan


Antara Sahabat dan Kedisiplinan
By: Valeska Valkyrie


            “Ayah!” rengek Dinda sepulang dari sekolah. Aku yang sedang mengerjakan tugas kantor segera menghampirinya.
            Aku mendekatinya dan berjongkok untuk menghapus air matanya yang berderai. “Ada apa?” tanyaku lembut, “kenapa Dinda menangis?”
            “Rani, Yah! Rani membohongiku! Dia jahat! Katanya, dia sayang aku. Dia ingin jadi sahabatku! Tapi kenapa ia berbohong padaku? Bahkan kata Rendra, dia menjelek-jelekkanku tanpa sepengetahuanku,” katanya sambil tetap menangis. Rani? Bukankah Rani adalah sahabatnya?
            Aku menenangkannya dan mengelap peluh air mata yang turun dengan derasnya. Kugendong Dinda dan kuturunkan di sebuah sofa empuk. Aku duduk di sebelahnya. “Kamu sahabatnya kan? Apa kamu percaya dia? Kalau kamu tidak mempercayai berita yang kamu dengar dari Rendra, jangan dengarkan berita aneh itu. Tetaplah mempercayai Rani,” ucapku. Dinda memperhatikanku dengan seksama, bahkan air matanya tak menetes lagi. Ia tersenyum dan mengangguk.
            “Ya. Aku mempercayainya,” katanya. Aku membalas senyumannya dan kemudian membetulkan kaca mataku yang melorot. Dinda tetap memperhatikanku. Tiba-tiba, ia bertanya, “apa Ayah pernah punya sahabat?”
            Aku menatap matanya yang seolah menginginkan jawaban dariku. Aku tersenyum sumringah dan mengangguk. “Tentu saja pernah. Bahkan lika-liku kehidupan sepertinya ingin memisahkan kami.” Aku memandang tatapan Dinda yang benar-benar dipenuhi perasaan penasaran. Aku tertawa karenanya. “Mau mendengar kisahnya?” Dinda mengangguk dengan cepat. Aku mendesah dan kembali menatapnya. “Kisah ini tercipta saat Ayah berumur 14 tahun. Tepatnya, di bangku kelas 3 SMP...”