Masih Banyak Bintang Bersinar di Langit
Oleh:
Krista Oudhiya
“Pagi berganti siang.
Siang berganti malam. Malam kembali pagi. Hari-hari kulewati dengan monoton.
Nggak pernah ada dan tak’kan pernah ada yang membuat hariku menjadi special dan
sangat bermakna dalam hidupku yang hanya sekali seumur hidup.” Gumam Revanz.
“Udahlah,
kamu nggak boleh gitu. Hidup ini kan seperti roda yang berputar. Kadang kita di
bawah, kadangpula kita di atas. Semua itu pasti akan terjadi. Dan yang jadi
masalahnya yaitu, kita nggak tau kapan posisi di atas itu kita alami karena
kita emang nggak tau. Semua itu kan udah diatur sama Yang Di Atas, Vanz. Kita
nikmati aja apa yang ada.” Renn, menasihati Revanz sambil asyik menikmati
kacang kulit yang baru dibelinya di kantin.
“Iya,
sih. Tapi, sampai kapan aku harus menunggu, menunggu, dan menunggu? Aku udah
bosen banget hidup! Mama kerja tiap hari. Berangkat subuh, pulang tengah malem.
Papa juga sering ikut bisnis-bisnis nggak jelas! Nggak tau kenapa papa tuh
tergila-gila banget sama bisnisnya! Bisa-bisa, bisnis itu dijadiin istri
keduanya lagi! Huh! Apalagi aku itu anak tunggal, mana ada orang yang bisa
nemenin aku? Mbok Yah, pembantuku? Dia itu sibuk banget ngurus rumah. Hmmm… ya
tinggal kamu aja yang bisa aku ajak ke rumah. Kalo pacar, mana mungkin? Nggak
ada yang bakalan mau sama orang jelek kayak aku ini. Hidupku ini kayak udah
tinggal sebatang kara aja. Sendiri!” keluh Revanz di sudut kantin yang sepi.
“Emmm,
oke, Vanz! Aku akan selalu nemenin kamu. Kita kan friend! Hahaha… kalo soal
pacar, aku nggak bisa sepenuhnya ngebantuin kamu soalnya, jodoh kan di tangan
Tuhan. Tapi apa salahnya kalo aku ikut usul. Mmm, aku mau usul, gimana kalo
kamu tembak aja si Sylla. Kamu kan udah lama suka sama dia dan keliatannya dia
juga suka sama kamu.” Renn mengusulkan.
“Hah?!!
Sylla?!! Kamu ngomong apaan sih? Sylla itu emang first loveku tapi itu kan dulu. Pas masih kelas 10. Sekarang kan
udah kelas 12 mau lulusan!” Revanz terkaget.
“Iya
sih. Tapi, kamu kan masih punya feel
sama dia kan? Hehehee… udahlah, tembak aja lagi! Mumpung dia masih jomblo. Eh,
apa mungkin selama 2 taun ini dia ngejomblo karena dia nungguin kamu? Bisa
jadi! Ayo, Vanz, tunggu apa lagi!” kata Renn sungguh bersemangat.
“Hmmm…
iya sih. Tapi masalahnya, apa mungkin dia bisa nerima aku? Udah deh, nggak usah
bahas ini lagi. Aku lagi males banget, nih!” ujar Revanz lemas tak bersemangat.
“Huft…
ya udahlah kalo itu mau kamu.” Sahut Renn mengakhiri.
Esoknya,
Secara
tak sengaja, Sylla dan Revanz secara khusus dipanggil Bapak Kepala Sekolah di
ruang Kepsek. Revanz terlihat bingung sekali. Ia takut kalau-kalau ia mendapat
surat peringatan karena telah melanggar tata tertib sekolah. Namun, ia tak
yakin pula karena ia merasa tak berbuat apa-apa yang melanggar tata tertib
sekolah.
“Ya
sudahlah, aku datengin aja. Biar aja nanti mau diapain sama kepsek.” Revanz
pasrah.
Saat
ia berjalan di koridor kelas menuju ruang kepsek, tiba-tiba ia bertemu dengan
Sylla yang juga berjalan menuju ruang kepsek.
“Hai,
Vanz!” sapa Sylla.
“Dug!
Dug! Dug!” Jantung Revanz berdegup kencang tak karuan bahkan mengalahkan detak
jantung tikus sekalipun yang cepat.
Dengan perasaan yang campur aduk, Revanz
mencoba untuk membalas sapaan Sylla, sang pujaan hatinya itu.
“Engh…
Oh… Ha.. Hai.. Juga, La. Emh… ka.. ka.. kamu mau kemana?” tanya Revanz terbata-bata.
Dengan lancar, Sylla menjawab, “Oh, aku mau ke
ruang kepsek. Katanya kita berdua dipanggil ya? Aku sendiri sih juga nggak tau
mau diapain. Hahaha…”
Sekalipun Sylla bergurau, wajah Revanz pun
memerah seketika. Mulutnya serasa tak sanggup lagi berkata karena baru kali ini
ia berbincang-bincang langsung dengan Sylla. Maklum lah, biasanya Revanz malah
bersembunyi untuk menghindari pertemuannya dengan Sylla yang pasti akan membuat
jantungnya kambuh.
“Oh
ya udah deh kalo gitu, kita ke sana barengan aja!” ajak Revanz yang kini mulai
nggak malu-malu lagi. Dan untungnya, kecepatan jantungnya agak berkurang.
Kemudian mereka berjalan menuju ruang kepsek.
Pulang
sekolah…
Revanz
kembali bercerita-cerita dengan sohib cowoknya, ya siapa lagi kalo bukan Renn.
Selain memiliki solusi-solusi yang tepat, Renn juga mempunyai sifat kedewasaan.
Jadi, ia merasa curhat dengan kakak sendiri, padahal kenyataanya umur Revanz
lebih tua 6 bulan dengan Renn.
“Hey,
gimana nih?” tanya Revanz agak ragu.
“Hah?!
Gimana apanya?” tanya balik Renn karena nggak tau maksud Revanz.
“Itu
lho… Sylla!” jawab Revanz singkat.
“Oh…
Kenapa sama Sylla? Bukannya tadi di sekolah kamu sama Sylla udah dibilangin
sama kepsek buat ikutan olimpiade MIPA? Trus, kenapa lagi? Ada pertanyaan? Makanya,
kalo ada yang nggak jelas tanya sama kepseknya donk! Jangan sama aku.” pungkas
Renn bingung.
“Duh,
bukan gitu! Maksudku, hari ini tuh rekor kemenanganku sama Sylla!” jelas
Revanz.
“Lho,
bukannya kamu sama Sylla belum lomba ya? Kan baru didaftarin! Masa udah menang
duluan sebelum lomba? Aneh banget ih!” ujar Renn sambil membaca buku bacaannya.
“Duh,
blo’onnya kumat deh…. Maksudku, hari ini tuh adalah hari pertama dimana aku
bisa menatap matanya yang indah, menyebut namanya dengan senyuman, dan jalan bareng sama dia, meskipun Cuma
jalan ke ruang kepsek. =,=’ ” terang
Revanz sambil merebut buku yang dibaca Renn.
“Oh…
gitu! Ya udah capcus ciin! Tembak aja! Mungkin ini adalah petunjuk Tuhan buat
kamu biar kamu cepet nembak dia. Selama ini kan dia nunggu kamu terus tuh! Udah
buruan gih! Sebelum jatuh ke lain hati lho!” kata Renn sambil merebut kembali
buku bacaan yang telah direbut Revanz.
“Sip!
Pikiranku udah berubah. Sekarang aku yakin dengan perasaanku ini.” jawab Revanz
singkat.
Esoknya,
“Tekadku
udah bulat. Aku mau nembak Sylla sekarang! Detik ini juga! Hahaha….” Katanya
dengan berapi-api.
“Oh
ya udah, sono pergi, gih!” sahut Renn
sambil menghisap lolipop yang masih ada di mulutnya.
“Oke.”
Ujarnya semangat.
Karena
Revanz malu untuk mengungkapkan perasaannya dengan sendiri, maka ia pun berniat
untuk memberikan sepucuk surat yang berisi tentang perasaannya itu. Surat itu
telah ia buat sehari semalam. Bahkan ia pun rela nggak tidur demi merangkai
kata demi kata agar menciptakan sebuah paragraf yang bermakna.
Sylla, telah lama ku
pendam perasaan ini. Ku buang jauh-jauh perasaanku dengan wanita lain karena
hanya kaulah yang mampu meruntuhkan gunung cintaku. Di antara seribu makhluk
ciptaanNya, hanya kau satu-satunya yang terindah bagiku. Ku merasa tenang saat
bersamamu. Kau adalah bagian terpenting dalam hidupku. Saat ku tak memandang
indah wajahmu, ku merasa lesu tak bersemangat.
Andai kau tau dalamnya rasa cintaku padamu,
La…
Aku sangat membutuhkan dirimu untuk hadir
dalam setiap langkah hidupku…
Melalui surat yang sederhana ini, kan ku
tunggu jawabanmu…
Ya, begitulah isi surat yang telah dibuat
Revanz dan ditujukan untuk Sylla, sang pujaan hatinya.
Dengan berhati-hati dan bersembunyi, ia mulai
memasukkan surat itu ke dalam tas Sylla saat jam istirahat. Kebetulan waktu
itu, Sylla masih berada di perpustakaan bersama beberapa temannya.
Saat
bel berbunyi, semua anak pun memasuki ruangannya masing-masing tak terkecuali
Sylla, gadis yang diidam-idamkan Revanz.
Ia menuju ke bangkunya dan mengambil sebuah
buku dari dalam tasnya. Namun apa yang terjadi? Ia menemukan sepucuk surat
beramplop warna pink, yang kata orang menandakan warna kasih sayang.
“Apa
ini? Oh, rupanya surat! Tapi, dari siapa ya? Mmm… Revanz? Ada apa dia menaruh
surat ini di dalam tasku ya? Ah, coba ku buka saja…” gumamnya sedari tadi.
Kemudian
Sylla membaca surat itu perlahan dan memhaminya.
“Hah,
apa maksudnya ini? Dia minta aku jadi pacarnya? Ah, nggak mungkin! Aneh-aneh
aja sih Revanz ini. Apa dia belum tau kalo aku udah punya pacar kali ya?” pikir
Sylla.
Saat
pulang sekolah, Sylla berniat menemui Revanz di taman belakang sekolah yang
selalu sepi.
Tentu Revanz sangat senang karena ia mengira
bahwa Sylla pasti menerimanya. Berdasarkan informasi yang diketahui Revanz,
Sylla belum punya pacar, oleh karena itu ia beranikan diri untuk menyatakan
perasaannya.
Namun, kadang harapan tak sesuai dengan yang
apa kita inginkan. Contonhya saja seperti saat siang itu.
“Hai,
La! Gimana, udah nentuin jawabannya?” sapa Revanz dengan ramah.
“Mmm…
langsung aja ya, Vanz. Sebenarnya aku…” Sylla ragu untuk menjawab karena takut
bila perkataannya menyakiti hati Revanz.
“Udah,
bilang aja, La. Aku akan terima apapun
jawabanmu. J” lanjut Revanz bersemangat.
“Maaf,
Vanz. Aku nggak bermaksud menyakiti kamu, tapi sebenarnya tanpa kamu ketahui,
aku udah punya pacar hanya saja kamu yang nggak pernah tau. Sekali lagi maaf,
Vanz.” Tegas Sylla.
“Hah?!!
Yang benar aja kamu! Aku sama sekali nggak percaya! Kamu nggak pernah cerita
sama aku kalo sebenernya kamu udah punya pacar. L” balas Revanz kaget
tak percaya…
“Maaf,
Vanz. Sekali lagi aku minta maaf sama kamu. Aku harap kamu bisa nerima
jawabanku dengan ikhlas. Aku juga berharap agar kamu bisa mendapatkan yang
lebih baik daripada aku. Maaf, Vanz, aku harus segera pulang.” Kata Sylla,
seraya meninggalkan Revanz yang masih berdiri sambil terdiam.
Revanz
masih terdiam…
Ia meratapi pernyataan Sylla yang baru saja
terdengar.
Meski perkataan itu sangat sulit untuk dihapus
dari memory ingatannya, namun, ia terus terngiangi dengan jelas.
“Maaf
Vanz, tanpa kamu ketahui, aku sebenarnya udah punya pacar…”
Ia
kembali terdiam…
Masih terbayang senyum manisnya saat pertama
bertemu, namun semua itu seakan telah pudar.
“Thanks
buat jawabanmu, La. Aku seneng karena kamu udah memberi jawaban yang terbaik
buat aku dan hidupku. Aku akan mencoba melupakanmu meski itu terasa sangat
sakit dan sulit untuk aku jalanin. Dan aku berjanji, aku ingin mewujudkan
harapanmu. Aku masih ingin meraih bintang bersinar terang lainnya di langit,
selain kamu...” lirih Revanz seraya menatapi kepergian Sylla.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar