Salam Perkenalan

Hey Guys and Gurls! Blog ini bukan private blog yang artinya di sini ada banyak banget informasi, lirik, dan berbagai macam tulisan yang pastinya cool and interested to the max! So, if you like it, just post a comment and I'll read it soon, surely. And sure, kalian juga bisa kasih kritik dan saran buat blog ini supaya bisa maju dan nggak cuma gini-gini doang. So, it’s our kingdom, will you join with us?

Minggu, 18 Agustus 2013

Puisi Sachi

Puisi Sachi
Oleh: Krista Oudhiya

Saat ku pejamkan mata...
Indah dunia hadir dalam  anganku
Ketika sang mentari mengajak ku tersenyum
Ku terbangun dari lelap semalam
Hari ini ku mulai tuk jalani hidup
Ku kobarkan semangat baru
Tuk hidup yang terindah…

Puisi ini tercipta saat ku hendak memulai langkah baru di hidupku. Puisi ini adalah puisi pertama yang ku buat pada hari ini. Semoga hari ini menjadi hari yang berkesan dalam hidupku.
Ku memasuki ruang kelas XII A yang tepatnya berada di sebelah ruang multimedia. Aku mulai mencari bangkuku dan duduk. Akan ku hadapi pelajaran di semester 2 ini dengan semangat bersama teman-teman.
“Hai, Sachi. Selamat pagi. Kamu datang pagi sekali. Tak seperti biasanya.” Sapa Michan ramah.
“Mungkin sebentar lagi tak akan aku jumpai lagi senyum hangat seperti ini. Maaf teman, tak akan lama lagi aku akan pergi meninggalkan lagi pada pertengahan semester ini.” Gumamku tertunduk lesu.
Namun ku harus semangat. Senyum ini tak boleh pudar. Aku pun membalas sapaan Michan.
            “Hai, juga Michan. Iya, hari ini orang tuaku ada rapat penting di tempat kerjanya pagi-pagi sekali. Oleh karena itu aku pun diantar sepagi ini. Hingga kau pun mungkin terheran-heran. Hihihi… J” jawabku yakin.
            Lonceng berbunyi menandakan bahwa pelajaran akan segera dimulai. Bu Namiya memasuki ruang kelas kami, bahasa.
Ku ingin kau bicara
Tuk memberikan setetes ilmu
Yang kelak ‘kan berguna bagi kami
Kan ku dengar dengan pasti
Segala kata-katamu
Agar ku yakin bahwa ku akan bisa…
            Jam istirahat pun tiba. Semua anak berlarian mengambil antrian paling depan di kantin. Adapula yang berlarian menuju perpustakaan sekolah. Namun, adapula yang berdiam diri di kelas sendirian, seperti yang ku alami ini. Bukan karena aku tak mempunyai teman, namun karena aku sedang ingin sendiri. Mungkinkah bila ada seseorang yang menghampiriku dan menyapaku lagi? Mungkin saja…
            Saat aku sedang asyik membaca buku di kelasku dalam keadaan sepi, tiba-tiba ada seseorang yang menuju mejaku dengan langkah santai. Tanpa basa-basi dia bertanya-tanya kepadaku.
            “Hai. Namamu siapa? Boleh ku berkenalan denganmu?” tanyanya. Aku pun menjawab.
            “Hai, juga. Namaku Alice Sachi. Kamu cukup memanggilku Sachi saja. Ayahku berasal dari Berlin, Jerman dan ibuku berasal dari Hokkaido, Jepang. Maaf, sepertinya aku belum kenal kamu. Kamu anak baru ya?” pungkasku jelas.
            Kemudian dia tersenyum dan berkata lagi padaku, “Oh gitu. Namaku Evan Angelo. Yupz, kamu benar. Aku pindahan dari SMA Tarachi di Nagasaki. Kedua orangtuaku berasal dari Amerika Serikat. Aku anak kelas XII B. Aku tadi ingin berjalan-jalan mencari suasana dan teman baru. Ternyata, aku menemukan kamu. Kamu mau kan jadi sahabatku?”
            “Ok.” Balasku singkat.
            Senang sekali rasanya hari ini aku dapat sahabat baru. Dia orangnya baik, lucu, pengertian juga denganku. Aku tidak ingin kehilangan dia.
Hari ini ku temukan sosok yang ku tunggu
Dimana dia mampu mengerti aku
Dimana aku juga mampu mengerti dia
Dia adalah sahabat baruku
Semoga kisah yang ‘kan ku jalani terus selamanya
Tak’kan pernah terhapus dalam jejak hidupku
Kawan, semoga kau tetap setia di sampingku…
Sepulang sekolah ibu mengabariku tentang rencana kepindahanku ke Jerman, kampungnya ayah.
“Sachi, 3 bulan lagi kita akan pindah. Segera bersiaplah untuk rencana kepindahan kita ini. Jangan sampai ada barang berhargamu yang tertinggal ya. Meskipun masih lama, 3 bulan itu terasa sangat cepat berlalu. Ingat itu, nak.” Ibu menasihati aku dengan seksama.
“Iya, Ibu. Akan aku manfaatkan waktu 3 bulan ini dengan baik. J” tegasku.
Saat di kelas, ada pengumuman mengenai hari ulang tahun sekolah. Oleh karena itu sekolah mengadakan berbagai acara, diantaranya lomba naik sepeda, lomba membuat puisi, dan lomba drama antar kelas.
Tentunya aku mengikuti lomba membuat puisi karena anak-anak sudah biasa menunjukku bila ada lomba puisi. Yah, puisi lagi, puisi lagi. Membuat puisi adalah hal yang paling sering ku lakukan minimal sehari 2 kali. Hmm… seperti minum obat saja ya? Hihihi….
Hari perlombaan pun tiba. Saat itu pula aku telah yakin akan mempersiapkan kiasan-kiasan yang indah untuk ku tunjukkan.
“Para peserta lomba membuat dan membaca puisi, harap berkumpul di meja sebelah utara.” Suara sang MC telah bergema ke seluruh penjuru sekolah. Aku pun menuju ke tempat bersama peserta lomba lainnya. Penampilan mereka bagus-bagus untuk menyesuaikan dengan puisi yang mungkin hendak mereka buat. Namun, berbeda dengan aku. Aku hanya mengenakan bandana sederhana berwarna putih keemasan dan sebuah rompi coklat yang terlihat indah bila ada seseorang yang memakainya.
            Saat yang dinantikan pun tiba. Aku berdiri di atas panggung setelah cukup sekian lama aku menciptakan puisi tersebut. Kini aku harus membacakannya.
Ku mulai hari dengan senyuman
Hari ini terindah bagiku
Saat kau mulai memberikan tawa pada hidupku
Aku sungguh bahagia saat kau berada di sampingmu
Kau adalah temanku, ku rasa bukan
Kau adalah sahabatku, ku rasa tidak
Namun, kau adalah seseorang yang mulai ku cinta
Raut wajahmu selalu membayangi di setiap sudut hatiku
Meskipun mungkin kau tak mengerti makna ini
Namun aku yakin bila kau mampu merasakannya
Meski kau jauh di sana
Tiap malam aku mampu mendengar suaramu
Tiap waktu senyummu hiasi langkahku
Seolah ku tak ingin kau pudar dari benakku
Ijinkan aku, tuk selalu menyayangimu
Wahai orang yang ku cinta
Walau hanya pada pandangan yang pertama,
Namun ku yakin dengan perasaan ini
Bahwa aku cinta kau…
            Plok! Plok! Plok! Suara gemuruh tepuk tangan menghujani aku. Aku tak kuasa membendung air mataku karena aku tak tahan lagi menerima respons yang sangat memacu hidupku ini.
Terimakasih teman-teman atas dukungan kalian selama ini. Berkat kalian aku mempu berdiri di atas penggung yang megah ini.
            Aku pun turun melalui sebuah tangga kecil yang mampu mengantarkanku ke bawah. Aku pun tiba dengan hujan pujian. Aku tak mampu lagi berkata. Semua sahabatku selalu memberikan aku dukungan penuh padaku.
            “Hei, bagus sekali puisimu itu! Beda dengan puisi-puisimu sebelumnya! Aku suka dengan puisimu!” ujar salah seorang temanku.
            “Ah, kamu ini bisa saja. Puisiku itu jelek, tidak sebagus dengan penyair-penyair yang terkenal. Hehehe….” Ucapku tersenyum.
            “Sachi, puisimu indah. Kamu pantas jadi juara!” sahut Kyusu, temanku.
            “Eh, makasih.” Sahutku singkat.
            “Sebentar lagi kita akan mendengarkan pengumuman lomba puisi. Kita beri sambutan yang meriah untuk Bu Kimochi sebagai juri yang akan membacakan pemenang lomba membaca puisi.” Kata MC bersemangat.
            Bu Kimochi pun naik ke atas panggung dan mulai membuka kertas yang berisikan nama-nama pemenang lomba membaca puisi. Pemenang dari setiap lomba, hanya disebutkan juara pertama saja untuk lebih memacu para siswa untuk berlatih sebelum lomba agar bisa menang.
            “Berikut adalah pemenang lomba puisi yaitu….” Kata Bu Kimochi.
            Duh, siapa ya? Aku penasaran.
            Kemudian, Bu Kimochi menlanjutkan perkataannya,
            “Alice Sachi dari kelas XII A!!! Beri tepuk tangan yang meriah!”
            Deg! Jantungku seolah berhenti mendengar pengumuman tersebut. Aku tidak menyangka bila aku adalah pemenangnya. Apa beliau salah membaca? Ah, tidak mungkin. Bila pun salah, pasti sudah dari tadi beliau meralatnya. Dan buktinya, MC menyuruhku untuk naik ke atas panggung. Sungguh, di luar dugaan. Puisi yang menurutku biasa saja, mampu menang?!?!
            Lalu, aku pun menerima hadiah. Setelah itu aku kembali ke tempat dudukku dan tiba-tiba Evan menghampiriku dan berkata, “Puisimu sungguh bagus. Mereka tidak salah menilaimu. Saat kamu membacakannya, aku merasa ingin menangis saja. Kamu membawakannya dengan penuh penghayatan. Aku sudah menduga, bila kamu memanglah pemenangnya. Selamat ya! Bakatmu memang luar biasa!”
            Masih dalam keadaan setengah percaya, aku pun merespon, “Benarkah ini mimpi? Bila iya, segera bangunkan aku!”
            “Bukan. Ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan. Sadar Sachi! Kamu memang pemenangnya! Ngomong-ngomong, puisimu tentang seseorang yang sedang jatuh cinta ya? Bagus. Pas sekali dengan yang aku rasakan. Apa itu menurut pengalamanmu sendiri?” tanyanya.
            “Oh, sungguh aneh. Aku merasa ini mimpi. Meskipun ini hanya lomba antar kelas namun aku merasa ada sesuatu yang beda yang terjadi di diriku. Aku merasa lomba ini adalah lomba yang paling berkesan. Aku sendiri tak tau, dimana letak kesan itu. Yang jelas, aku merasa bahagia hari ini. Dan mengenai puisi itu, ya, kamu benar. Puisi itu sedang menggambarkan aku yang sedang jatuh cinta pada pandangan pertama.” Kataku lirih.
            “Makasih, Evan. Aku menang karena kamu. Kamulah yang memberikan inspirasi padaku tentang tema puisiku ini. Berkat kamulah, aku bisa menciptakan puisi yang kamu anggap bagus itu. Aku senang kamu bisa menyukai puisi yang sebenarnya tercipta untukmu.” Gumamku dalam hati.
            Hari-hari yang ku lewati kini terasa lebih bermakna semenjak ada Evan di hatiku. Meskipun status kita masih bersahabat, namun aku senang mempunyai sahabat seperti dia. Aku ingin kita bersahabat selamanya meski aku tau bahwa aku menyayangimu sejak kita bertemu. Kelihatannya kamu juga suka aku. Aku rasa, kita memiliki kecocokan. Aku selalu nyaman berada di dekatmu. Aku ingin, waktu bisa berhenti berputar saat kamu berada di sisiku.
            Tak terasa waktu telah berjalan hampir 3 bulan. Besok adalah hari kepindahanku sekeluarga menuju Jerman. Sebenarnya aku sudah betah tinggal di sini. Di sini aku mempunyai banyak teman baru dengan kehidupan yang unik dan mengesankan. Tapi, mengapa di saat aku telah menemukan sosok yang ku cinta, aku malah harus pergi meninggalkan dia? Apa mau dikata. Yang harus ku lakukan pagi ini adalah meringkas seluruh barang-barangku…
            “Sachi, ayo bersiaplah. Besok kita hendak ke Jerman. Jangan lupa ucapkan salam perpisahan pada teman-temanmu.” Ujar ibuku seraya menuangkan teh ke dalam gelas.
            “Iya, bu.” Jawabku singkat.
            Aku tertunduk lesu saat aku mendengar perkataan ibuku bahwa besok aku segera meninggalkan kota yang menyimpan ribuan kenangan indah ini. Namun apa daya, aku tak bisa berbuat apa-apa.
            Aku segera mengambil handphone dan menghubungi Evan, sahabat yang ku cinta.
            “Halo, Van.” Kataku lemas.
            “Iya, halo juga. Ada apa? Sepertinya kamu tak bersemangat?” tanyanya.
            “Sepertinya kamu salah menduga. Aku sangat bersemangat sekali hari ini.” Ujarku menutupi perasaanku yang sangat sedih karena hendak meninggalkan seorang sahabt yang sangat baik baginya.
            “Evan, aku ingin memberikan sesuatu padamu.” Sahutku lirih.
            “Apa?” tanyanya.
            “Kelak kamu akan tau. Sekarang aku hanya memberikan petunjuk. Besok pukul 10 pagi, kamu datanglah ke rumahku. Segeralah menuju kebun belakang rumahku. Di sana ada pohon kecil. Di antara kedua batang yang saling berimpitan, kamu akan menemukan sebuah benda. Bukalah benda itu karena benda itulah yang akan ku berikan padamu.” Jelasku.
            “Lalu, apakah aku harus mengambilnya sendirian? Apa kamu tidak menemaniku dalam mencari benda itu?” tanyanya lagi.
            “Ya, kamu akan mencarinya sendiri. Dan bila kamu telah menemukannya, aku akan keluar dari persembunyianku dan mengucapkan sesuatu hal padamu.” Jelasku lagi.
            “Apa itu?” dia bertanya lagi.
            “Klik!” aku segera menghentikan pembicaraan dengan mematikan handphoneku.
            Esok menjelang. Pukul 10, Evan menepati janjinya. Ia mendatangi rumahku. Aku segera bersembunyi di balik tembok untuk sementara waktu. Ia melangkah menuju kebun belakang rumahku. Ia mengambil sebuah kotak yang ku kunci. Sengaja kuncinya aku bawa, agar ia bisa membukanya saat aku telah pergi meninggalkannya. Ia telah menemukannya. Secepat kilat aku segera keluar dari balik tembok dan segera menghampirinya.
            “Kamu hebat, Van! Kamu berhasil menemukan kotak itu.” Ujarku senang.
            “Namun, bagaimana aku membuka kotak ini? Sementara kotak ini kamu kunci. Mana kuncinya?” sahutnya.
            Segera aku mengeluarkan kunci berwarna kuning keemasan dan memberikan pada Evan. “Nih, kuncinya. Aku ingin kamu membukanya setelah aku pergi dari tempat ini.”
            “Ok.” Jawabnya singkat.       
            Setelah ia mendapati kotak itu, ia mengajakku duduk di kursi. Posisi kami masih berada di kebun belakang. Ia bercerita banyak tentang pengalaman hidupnya selama ini. Ada yang tentang sahabatnya, orang tuanya, adiknya, kakaknya, maupun tentang mantan pacarnya dulu.
            “Cinta itu bisa datang dengan sendirinya tanpa kita ketahui sebelumnya. Kita tidak bisa merencanakan kedatangan dan kepergian cinta.” Ungkapnya panjang lebar.
            Aku sedari tadi hanya bisa menatap matanya lekat-lekat.
            “Esok nanti, tak akan aku temukan lagi cahaya mata yang bersinar terang seperti ini.” Gumamku dalam hati.
            “Ya. Aku tau. Kita bisa jatuh cinta kepada siapa saja dan dimana saja. Kita bisa jatuh cinta pada orang yang kita anggap menyebalkan maupun pada orang yang baru kita kenal.” Sambungku penuh arti.
            Hari dimana aku telah pergi…
            Evan membuka kotak yang diberikan Sachi. Ia mengambil selembar kertas yang digulung oleh pita kecil sederhana berwarna merah muda. Ia membaca tulisan dalam kertas itu.
Saat kau mempuisikan hatiku ini…
Mungkin ku telah pergi
Meninggalkanmu seorang diri
Di tempat yang penuh arti
Tempat dimana kita berbagi senyum
Tempat dimana kita berbagi air mata
Tempat dimana kisah kita terukir dengan indah

Tiga bulan adalah waktu yang singkat
Aku berusaha memanfaatkan dengan baik
Ku pahat indah kenangan manis kita dalam memoriku

Masih tergambar jelas alunan rinduku padamu
Meski ku tak mampu membayangkan
Namun aku sanggup merasakan itu

Sejenak ku terdiam dan berfikir
Kini kamu bukanlah sahabatku
Kamu bukanlah teman baik yang ku kenal dulu

Kini, kamu berubah…
Barubah menjadi seseorang yang aku cinta
Kamu adalah sosok yang ku kagumi

Meski terasa berat tuk ku ungkapkan
Aku tetap mencoba menyatukan kata demi kata

Sebenarnya kamu telah menjadi bagian terpenting
Dalam setiap langkah hidupku

Setiap kesuksesan yang ku alami,
Terasa lebih bermakna saat dukunganmu mengalir
Dalam setiap denyut nadiku
Dalam setiap hembus nafasku

Kamu memang seseorang yang baru ku kenal
Namun aku merasa senang bila bersamamu
Aku merasa nyaman saat aku di sisimu
Aku tak ingin jauh darimu

Baru kemarin ku rasakan
Kamulah pengisi hatiku
Kamulah pemilik hatiku
Tiada yang lebih indah selainmu

Saat langit malam tak hadirkan keindahan
Saat sang mentari tak hadirkan senyumnya
Saat dunia kembali tertawa
Akupun selalu tetap ingin mengatakan,

I LOVE YOU…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar